Event “Srawung Sedulur Soditan” Lasem Rembang

event-srawung-sedulur-soditan-lasem-rembang.jpg

OrangRembang.Com – Srawung Sedulur Soditan. Sebagai salah satu desa pusat, tak bisa dilepaskan bagaimana Desa Soditan Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang – Jawa Tengah, memiliki peran besar yang membangun Lasem selama ber-abad-abad. Siapa yang menyangka jika mau menelisik sejenak sejarah desa ini pernah berdiri Kadipaten Lasem. Bahkan bupati-bupati Lasem pada masa Demak – Pajang – Mataram sampai masa kolonial awal, hampir seluruhnya menempati kadipaten yang berlokasi di kawasan desa Soditan. Mulai dari Putri Maloka sampai Pangeran Tejakusuma 1, Pangeran Tejakusuma II, Pangeran Tejakusuma III, Pangeran Tejakusuma IV, Pangeran Tejakusuma V disusul sampai bupati Tumenggung Widyoningrat menjadi tokoh-tokoh pembesar Lasem yang menempati wilayah Soditan.

Bertebaran pula serakan-serakan situs dan rumah-rumah kuno yang menunjukkan desa Soditan sebagai desa tua yang berperan besar membangun peradaban di Lasem, seperti ; Bekas Galangan Kapal (Galangan), Kampung Tua Colegawan (Cologowok), Rumah-Rumah pecinan kuno, Klenteng Cu An Kiong (klenteng tertua di jawa), Rumah Candu Lawang Ombo, pondok-pondok pesantren tua, Belum lagi riwayat tokoh-tokoh penyebar dakwah islam dan dan tokoh-tokoh kharismatik lainnya dari Desa Soditan. Yang kesemuanya tersebut merupakan situs-situs penting untuk meneliti peradaban kota pusaka Lasem.

Desa soditan menjadi salah satu ruang bertemunya berbagai macam etnis mulai dari masyarakat pribumi jawa, tionghoa dan arab, yang membawa latar belakang budayanya masing-masing. Ruang pembauran yang tidak sekali jadi, tetapi menjadi proses bersosial yang dibangun secara berabad-abad.

Kita dapat melihat pada jalan gambiran misalnya, dalam sudut pandang tata kota bagaimana bisa sebuah klenteng tertua di lasem (bahkan konon tertua di jawa) dapat bersanding sebelahan dengan bekas vihara, gereja kristen protestan, gereja kristen sejati dan bahkan pondok-pondok pesantren kuno yang ulama-ulamanya memiliki peran besar berskala Nasional, tanpa ada gesekan besar berpuluh-puluh bahkan berabad-abad lamanya. Walaupun dibangun pada abad yang berbeda, tidak bisa dipungkiri hampir ke semuanya bukan bangunan baru. Ini menunjukkan bukan sekedar bangunan kuno yang menjadi ciri khas, lebih penting dari itu adalah nilai-nilai tepo selira, saling memaklumi dan nilai toleransi yang tinggi yang terwarisi sejak berabad-abad lampau dan tanpa disadari terus bertahan sampai sekarang. Nilai yang tumbuh melalui interaksi yang intens antar warganya, dari komunikasi “seserawungan” (dalam istilah lokal).

Maka, bukan melulu benda-benda, situs-situs ataupun bangunan-bangunan tua, lebih dari itu Soditan mewarisi tradisi penting dalam peradaban. Tradisi bersilaturahmi, tradisi seserawungan yang mungkin tidak disadari antar warganya. Maka tak heran jika Soditan merupakan wajah peradaban Kota Lasem.

Dari latar belakang Sejarah, Ruang Pertemuan antar etnis (Pribumi, Tionghoa, Arab/Pesantren), dan nilai-nilai Tepo Seliro, tenggang rasa dan toleransi inilah patut jika desa Soditan dikenal sebagai kampung akulturasi, kampung toleransi sampai pada wacana kampung pesantren. Bahkan dalam anggapan tokoh budayawan yang mengenal dan mencermati Desa Soditan, menganggap bahwa Soditan sebagai museumnya pluralitas dan toleransi. Desa Soditan adalah “museum hidup” yang terus tumbuh dan bertahan mempertahankan nilai-nilai kebaikannya dalam kehidupan masyarakatnya.

Atas dasar dari itulah, kegiatan Srawung Sedulur Soditan ini digelar. Kegiatan yang pada hakikatnya menggali kearifan lokal masyarakat, yang tumbuh tanpa disadari dalam dada darah daging warga Soditan Lasem. Nilai-nilai yang hanya dapat ditemukan saat kita dapat berinteraksi dan berkomunikasi lebih dekat atau “srawung” dengan warga Soditan. Keberagaman kesenian lokal dan kehidupan religius masyarakat Soditan sebagai kampung pesantren tak bisa dipungkiri menjadi wujud keunikan desa Soditan yang penuh dengan kebaikan.

Maka, dengan niat kegotong-royongan dan kesadaran bersama, Srawung Sedulur Soditan di momentumnya yang pertama mencoba untuk tumbuh dan digerakan di tengah-tengah masyarakat RT 06 Desa Soditan, dengan tetap mengkomunikasikan dan menggandeng kelompok atau komunitas masyarakat lain di Desa Soditan maupun di luar wilayah Soditan. Kegiatan ini bersifat sosial dan umum. Siapapun dan dari manapun boleh bergabung, sehingga upaya “seserawungan” dapat kembali ditradisikan di masyarakat. Tak lain dan tak bukan hanya sebagai bentuk niatan dan terima kasih kepada desa Soditan, karena lewat tanah dan airnya rahmat dan kebaikan-kebaikan Tuhan tercurah kepada setiap warga penghuninya.

Srawung Sedulur Soditan sendiri dikelola secara swadaya atau mandiri dari dan oleh masyarakat Soditan Lasem sendiri dan diupayakan untuk dapat terus dikerjakan setiap tahunnya. Tak lain hanyalah untuk mentradisikan kembali nilai-nilai bersosial, penuh kebersamaan dan gotong royong antar masyarakat Desa Soditan. Selain juga mengenalkan kepada publik atau khalayak umum tentang kearifan lokal, potensi sejarah dan nilai-nilai kebaikan yang tumbuh di tengah masyarakat Desa Soditan.
Maka, atas dasar semua itulah kegiatan Srawung Sedulur Soditan ini digelar dalam wujud :

Kamis, 8 September 2016
1. Pameran Foto Arkheologi Soditan dan Jelajah Situs Soditan.
Kegiatan merupakan pameran foto-foto bersejarah tentang situs-situs di daerah Soditan. Kegiatan dibuka dengan penceritaan singkat sejarah Desa Soditan, sejarah situs-situs di desa Soditan dan riwayat sesepuh Desa Soditan oleh narasumber lokal.

Kegiatan dilanjutkan dengan jelajah situs sejarah di Soditan.
Tempat Kegiatan : Rumah Kapitan (rumah cina tua di jalan Gambiran RT 06)
Waktu : 08.00 – 12.00
Rute :
Diawali dari RT 06 / Rumah Kapiten (Rumah Kuno berarsitektur Cina), menuju RT 07 / Lawang Ombo – Cu An Kiong – dan Bekas Vihara, menuju RT 08 / Rumah hunian cina awal, menuju RT 05 / Mbah Sodito (Cikal Bakal Desa), menuju RT 01 / Mbah Sareman (Tokoh wali tan katon), menuju RT 03 / Cologowok – Bekas Kadipaten (Rumah Sawo Kecik/Dealer Yamaha), berjalan lewat ke gang buntu menuju RT 06 / Pondok Pesantren An Nur – menuju Pondok Pesantren An Nuriyah terakhir finish di warung kopi Kang Yahya.

2. Pagelaran Wayang Kulit Gagrak Pesisiran Lasem
Siapa yang menduga, dalam dunia pewayangan, daerah pesisir pantai utara Lasem, sebenarnya memiliki corak / pakem / gagrak sendiri. Ciri utamanya adalah percampuran mainan wayang golek dan wayang kulit dalam pertunjukannya, juga pada permainan gending gamelan yang hanya bernada slendro khas Lasem. Nada yang mengesankan suasana sedih, sunyi, muram namun tenang, sunyi dan mengandung harapan. Gending dan tembang-tembang khas Lasem konon katanya diadopsi untuk semua pagelaran wayang kulit pada adegan perang.

Namun sayangnya telah berpuluh-puluh tahun (hampir 30 an tahun kurang lebih) pertunjukan Wayang khas pesisir Lasem ini seolah musnah dari belantika pewayangan karena semakin populernya pertunjukan wayang kulit dengan gagrak mataram / solo.

Maka pada momentum Srawung Sedulur Soditan ini, Desa Soditan berharap dapat mementaskannya kembali ditengah-tengah masyarakat dengan satu-satunya Dalang Gagrak Pesisiran Lasem yang masih aktif Ki H. Kartono (Desa Sendangasri, Lasem). Tak lain hanyalah sebuah usaha kecil warga desa Soditan untuk turut merawat, menjaga dan mengenalkan kembali kesenian tradisi dari Lasem kepada khalayak umum. Dan pada Pagelaran Wayang Gagrak Pesisiran Lasem inilah yang menjadi pembukaan Srawung Sedulur Soditan. Ditandai dengan “Pemukulan Gong” oleh Kepala Desa Soditan, dan penyerahan kayon dari Bapak Camat Lasem kepada Ki Dalang.

Jum’at, 9 September 2016
Kegiatan Besar bertema “Sedino Nyantri”, dimulai dengan mengangkat ciri khas kehidupan pesantren yang “mbalung sumsum” dalam kehidupan masyarakat Lasem khususnya desa Soditan, yaitu :

1. Pagi hari (Sowan Kyai dan “mbabar” ijazah)
Siapa yang mengira, bahwasanya telah menjadi rahasia umum, Lasem merupakan gudangnya para Kyai. Kota ini telah ber-abad-abad lamanya menjadi kotanya tempat menimba ilmu agama islam. Sebuah anekdot dikalangan pesantren mengatakan ; “jika nyantri ke pelosok-pelosok kota, jangan lupa mampir nyantri di Lasem”. Bahkan sampai-sampai ada yang menyatakan ; “belum khatam rasanya menjadi santri jika belum nyantri di Lasem”.

Entah karakteristik macam apa yang membuat pesantren di Lasem begitu dikenal dikalangan pondok pesantren nusantara. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), tak bisa dilepaskan dari peran perjuangan ulama-ulama sepuh yang ada di Lasem dulunya. Konon, terdapat tiga ulama di Lasem yang berperan penting dari berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Dan dua diantaranya tinggal dan mengasuh pondok di desa Soditan.
Seorang tokoh sejarawan mengatakan, Lasem sebagai tempat gemblengan ilmu agama islam seolah-olah membuat sejengkal tanah di Lasem adalah ilmu pengetahuan. Maka tak heran, tak perlu dipopulerkan-pun, Lasem telah menjadi kota pesantren dengan sendirinya, dan Soditan adalah gudangnya pesantren-pesantren tua yang ada di Lasem.

Di Desa Soditan, setidaknya terdapat beberapa pondok pesantren yang tergolong cukup tua dan memiliki latar belakang sejarah yang penting dalam penyebaran dakwah Islam khususnya di Lasem.

Maka, pada momentum Srawung Sedulur Soditan ini, kami mencoba mengajak masyarakat umum dan kawan-kawan sekalian untuk bersama-sama mengunjungi pondok-pondok pesantren di Soditan. Dengan sowan kepada tokoh-tokoh ulama dan membaca kembali nilai-nilai sejarah dan kultur pesantren di Soditan yang kian terlupakan. Di samping itu juga meminta restu doa dan permohonan “mbabar” ijazah dari masing-masing ulama.

Waktu kegiatan : 07.00 – 11.30 & 13.30 – 15.00
Rute jelajah pesantren :
1. Berkumpul di warung kopi kang yahya RT 06 ( pukul : 07.00 – 08.00)
2. Menuju Ponpes Al Hidayat ( pukul : 08.00 – 09.30 )
3. Menju Ponpes At Taslim ( pukul : 09.30 – 11.30 )
4. Menuju Masjid Jami’ untuk sholat Jum’at ( pukul :11.30 – 12.30 )
5. Berkumpul kembali di warung kopi kang yahya RT 06 ( pukul : 12.30 – 13.30 )
6. Menuju Ponpes Al Islah ( pukul : 13.30 – 15.00)

2. Sore hari (Ngaji Kalong)
Pondok pesantren di Soditan telah lama dikenal bukan hanya memberikan ilmu-ilmu agama bagi santri-santri pondok semata. Pada waktu-waktu tertentu, pondok pesantren membuka pintu seluas-luasnya untuk menimba ilmu agama dalam pengajian umum. Masyarakat Lasem sendiri memiliki julukan sendiri untuk pengajian umum ini yakni “ngaji kalong” dan masyarakat yang turut mengikuti pengajian kerap disebut “santri kalong”. Oleh sebab itu, pada sore hari akan diisi dengan kegiatan ngaji kalong, sebuah pengajian membabarkan kitab agama bersama para santri dan masyarakat umum.

3. Malam hari (Burdahan dan Liwetan)
Lepas sholat isya’, warga dan seluruh peserta mengikuti kegitan “Burdahan”. Semacam bentuk kesenian khas dari masyarakat pesantren dengan menyanyikan puji-pujian, syi’ir-syi’ir juga shalawatan. Kegiatan dilakukan secara massal dan ditutup dengan tradisi “Liwetan” atau makan bersama ala santri. Dengan masakan bakaran ikan, ayam, tahu, tempe berlalapkan sambal dan sayur jantung pisang yang dimakan beramai-ramai penuh kecerian di lembaran-lembaran daun pisang. Sebuah kegiatan yang mungkin pernah dialami dan mungkin juga dirindukan oleh masyarakat Lasem khususnya desa Soditan.

Tempat Kegiatan : Jalan Gambiran pertigaan gang RT 7 & RT 6 (depan warung kopi kang yahya)
Waktu : 19.30 – Selesai
Tanggal 10 September 2016
Merupakan kegiatan terakhir Srawung Sedulur Soditan, berupa eksplorasi-eksplorasi segala macam bentuk potensi seni dan budaya masyarakat desa soditan yang diawali dengan:

1. “mBatik Lasem”
Pada kegiatan ini tamu dan masyarakat akan diajak untuk berlatih membatik. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan tradisi batik di lingkup masyarakat sekitar, selain juga mengenalkan kepada tamu dan publik bahwasanya, Desa Soditan juga mewarisi tradisi Batik Tulis Lasem.
Tempat kegiatan : Rumah Kapitan (Rumah cina tua di Jalan Gambiran RT 06)
Waktu : 08.00 – 12.00

2. Resik-Resik Soditan
Pada kegiatan ini, seluruh warga maupun instansi-instansi yang berada di wilayah desa Soditan akan diajak untuk turut serta mengikuti kegiatan bersih desa Soditan.
Lokasi : seluruh desa Soditan, terutama sepanjang jalan Gambiran karena menjadi pusat kegiatan.
Waktu : 15.00 – 17.00

3. Srawung Seni Soditan
Merupakan panggung pentas seni yang digunakan untuk pementasan / perform art oleh seniman-seniman lokal atau tamu yang berkenan memberikan “sumbangan” pertunjukan kepada masyarakat. Boleh juga diisi oleh pentas seni warga desa Soditan sendiri. Bentuk pementasan boleh apa saja seperti pembacaan puisi, musik, perform lukis, pantomim, teater atau apa saja selama tidak melanggar nilai-nilai asusila dan kesopanan.
Tempat Kegiatan : Rumah Kapitan (Rumah cina tua di Jalan Gambiran RT 06)
Waktu : 19.30 – selesai

Kontak Person
– Bowo: 085 640 674 512
– Pandu: 089 8577 5133
*Disediakan homestay bagi pengunjung luar kota yang membutuhkan

jadwal srawung sedulur soditan lasem rembangInfo event Srawung Sedulur Soditan >> https://www.facebook.com/events/294029757642048/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Top